Tuesday, February 24, 2009

(Setidaknya) Tiga Hal yang harus dimiliki untuk sukses sebagai Penulis BestSeller


Salah jika kita masih beranggapan bahwa dunia sehari-hari seorang penulis hanya berkutat dengan kertas, alat tulis, atau komputer. Paradigma bahwa penulis adalah orang kesepian yang membangun dunianya sendiri di dalam pikirannya –sehingga batasan antara penulis dan penderita autis itu tipis- terbantahkan dengan makin banyaknya fenomena penulis yang menjadi seleb dadakan.

Sekitar seminggu yang lalu saya menghadiri diskusi buku Laskah Pelangi karya Andrea Hirata. Tahukan wahai kawan (sebaiknya saya mulai hati-hati menggunakan kalimat itu, karena di malam yang sama Andrea berniat untuk mematenkan kalimat tersebut), bahwa maksud kedatangan saya ke pertemuan itu adalah karena saya begitu terpengarahnya dengan kenyataan bahwa ada orang yang sebelumnya tidak punya pengalaman menulis fiksi (membaca buku fiksi sampai selesai pun hanya satu kali) berhasil membuat novel pertamanya best seller. Satu hal yang lain membuat saya penasaran, adalah bagaimana mungkin cara mengungkapkan cerita yang meledak-ledak -nyaris menurut saya tidak terorganisir dengan baik-, overlapping antara waktu saat cerita itu terjadi dengan sudut pandang penulis, panjangnya paragraph yang beresiko menimbulkan pembaca bosan, dan terjadi penggunaan istilah asing (nama latin untuk tanaman, dll) yang berlebihan bisa membuat tetralogi Laskar Pelangi bestseller?

Saya belajar bahwa tehnik menulis saja tidak bisa membuat Kita bisa menjadi penulis bestseller….

Di acara diskusi buku itu, saya dikelilingi oleh para penggemar Andrea yang mengelu-elukan. Beberapa orang bahkan sempat terang-terangan mengaku merinding melihat sosok Andrea. Saya merasa bahwa daya tarik fisik penulis adalah suatu modal, namun itu bukanlah yang utama. Saya melihat pada diri Andrea tersimpan kapasitas sebagai “ahli marketing” buku yang baik, di samping penulis tentunya.

Saya harus akui bahwa diri saya saat itu terbius oleh kepiawaian public speaking Andrea. Saya menjadi tak heran jika Laskar Pelangi akhirnya dapat terjual sebanyak tak kurang dari 500 ribu eksemplar. Sejenak saya tidak lagi meributkan tenang keterampilan tehnik penulisan Andrea yang kurang kuat. Saat itu tiba-tiba saya memaafkan kekurangannya itu sebagai sesuatu yang wajar mengingat Andrea adalah seorang mualaf fiksi (yang anehnya, malah sukses). Saya bersyukur masih ada Andrea, seorang anak muda yang cerdas, berwawasan, berideologi, dan yang lebih penting lagi adalah : punya impian.

Berkat malam itu, saya bisa merumuskan (setidaknya) ada tiga hal yang dibutuhkan agar dapat menjadi penulis bestseller :

1. Orisinalitas ide. Seorang penulis yang baik haruslah dapat menelurkan ide yang tidak bersifat kebanyakan. Penulis tersebut adalah orang yang mau bersusah payah untuk mengambil jalan memutar ketika kebanyakan orang memilih jalan yang lurus-lurus saja. Ia adalah orang yang berani menulis tentang bulan, saat orang kebanyakn tidak berani menulisnya sebelum benar-benar menginjakkan kaki ke bulan.

2. Cara pemaparan ide yang baik. Ini terkait dengan tehnik penulisan. Penulis yang baik haruslah mampu menyampaikan idenya dengan cara yang sistematis dan menarik. Penulis harus mampu bertempur melawan kebosanan pembaca, dan menang darinya. Ia adalah orang yang mampu menggambarkan bulan sehingga pembacanya merasa benar-benar menginjakkan kakinya ke bulan.

3. Kemampuan public speaking. Penulis yang baik adalah orang yang mampu untuk menumbuhkan tanggapan dari pembaca yang afirmatif. Ia adalah orang yang mampu untuk membuat pembaca mempersepsikan karangannya lebih baik daripada karya aslinya. Jika penulis tidak mampu mempresentasikan karangannya dengan baik ke hadapan publik, maka bisa jadi para pembaca yang sebenarnya potensial menjadi ragu untuk membeli. Namun penulis bukanlah penjual obat di pasar malam, yang berkoar-koar tentang keampuhan obat padahal dirinya sendiri tak yakin. Salah satu rumus untuk menjadi seorang public speaker yang baik adalah tidak ngotot, karena alih-alih dipersepsikan sebagai seseorang yang berkharisma, audiens malah akan menganggapnya kekanak-kanakan dan tidak bijaksana. Hal itu tentunya akan juga berpengaruh terhadap persepsi pembaca tentang buku yang ditulisnya. Penulis harus dapat menjual buku dengan kerendahan hati, dan ketinggian daya intelektual. Umumnya penulis yang baik berpendapat bahwa kesuksesan penjualan bukunya dikarenakan animo pembaca yang positif, ketimbang kehebatan si penulis itu sendiri. Hal ini bisa membuat pembaca merasa bahwa penulis adalah seorang yang rendah hati, dekat dengan mereka, sekaligus pintar karena mampu membidik pasar yang tepat. Para pembaca umumnya menyukai sosok penulis yang dewasa, pintar, dan bijaksana. Tetaplah optimis tanpa terkesan berlebihan. Tentunya Anda lebih suka dikenal sebagai penulis karena karyanya yang bagus ketimbang cara presentasinya yang norak, bukan?

Semoga sukses! Galang Lufityanto

No comments:

Post a Comment